LAKI-LAKI adalah PEMIMPIN
PEREMPUAN
PERSPEKTIF PROF. QURAISY SYIHAB
Oleh : Elok Faiqoh
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga
Perkembangan dunia terus saja melaju, begitu juga dengan diskursus study
al-Qur’an. sejak awal munculnya Islam sampai era modern sekarang ini, kitab
suci al-Qur’an tidak pernah selesai dibicarakan. Meskipun kitab tersebut
diturunkan berabad-abad tahun yang lalu. bisa dikatakan bahwa ini termasuk
bukti bahwa al-Qur’an adalah kitab terbesar di alam raya. Dalam artian
mengandung banyak ilmu di dalamnya. Sehingga dari sisi ilmu manapun al-Qur’an
bisa dikaji. Tidak hanya lingkup ilmu agama.
Berbeda dengan kitab-kitab Allah
lainnya, -Taurat, Zabur, Injil. Hanya Al-Qur’an lah yang terus saja terjaga
keontetikannya, sebagimana janji Allah untuk menjaganya dan telah terbukti.
meskipun termakan usia, namun al-Qur’an terus saja eksis dan relevan untuk
dikaji.
Diskursus study al-Qur’an terjadi
beberapa fase. Dulu, awal diturunkannya kitab suci
ini kepada Nabi saw. yang menjadi kajian utama adalah tafsir, karena memang
ilmu-ilmu lainnya (ilmu umum) belum ada, dan kualitas
tafsir sangat tinggi, karena apa yang menjadi kebingungan para sahabat saat itu
dijawab langsung oleh Nabi saw. Demikian karenanya produk tafsir hanya satu,
yaitu dari Nabi saw. tidak ada pertentangan dan belum juga dibukukan, masih bil
lisan; tradisi oral.
Beberapa tahun setelah wafatnya Nabi
saw. kajian al-Qur’an mulai bermunculan, mulai dari tafsir, nahwu, shorof,
kajian bahasa, kajian sains, kajian fiqih, kajian sosial, kajian hukum, dan
seterusnya ada. Hingga saat ini banyak sekali kita jumpai produk hasil dari
kajian al-Qur’an.
Secara tekstual, al-Qur’an menegaskan adanya perbedaan mendasar
antara kaum laki-laki dengan perempuan. Sebagaimana tercatat pada QS. Ali Imran
(3): 36.
وليس الذّكر كالأنثى
“Jenis laki-laki tidak sama
dengan jenis perempuan”
Namun, pada ayat yang lain bukankah Allah
meletakkan dan mensejahterakan antara mu’minun dan mu’minat,
qanitin dan qanitat, khasyi’in dan khasyi’at, mutshaddiqiin
dan mutashaddiqat, saabiriin dan sabiraat , shaaimiina wa shaaimaati,
muslimun dan muslimat,
munafikun dan munafikat,
tayyibun dan tayyibat, khabitsun dan khabistat,
sariqun dan sariqat,
dan yang paling mulia disisi Allah adalah yang paling bertaqwa: QS. Hujurat
(49): 13.
Menanggapi dua dalil yang berbeda itu, Amrah
Qasim, menjelaskan maksud kedua dalil tersebut dengan dua sisi yang berbeda,
yaitu sisi horisontal dan sisi vertical. Pada sisi horisontal, ia berbicara tentang hubungan antar
manusia. Diawali dengan telah linguistik, bahwa ayat walaisa adz-dzakaru ka al-untsa, memberikan
penegasan perbedaan kedua jenis tersebut bersifat istimrãr” (kontinuitas),
berlaku dari masa ke masa, tidak berubah, sekalipun diusahakan tidak menjadi
sama, dan inilah yang disebut dengan kodrat.
Kata kodrat yang berasal dari bahasa arab (qudrah) menurut Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) sifat
yang asli:sifat bawaan. Perbedaan itu mencakup fisik dan psykis, lahir dan batin. Ia, Amrah Qasim
melanjutkan:
kalau kita
ibaratkan fisik manusia sebagai suatu kerangka postur, maka tulang adalah
penyangga postur tersebut. Perbedaan postur antara laki-laki dan wanita sangat
jelas, dari luar Nampak otot-otot laki-laki lebih kekar disbanding otot-otot
perempuan. Postur wanita cenderung halus, lembut, dan lemah. Sebagimana
perbedaan tersebut, jenis tabiat pun ikut terpengaruh dari perbedaan itu
sehingga bagaimanapun upaya untuk membentuk wanita menjadi laki-laki tidak akan
pernah bisa terpenuhi secara menyeluruh karena memang kodratnya yang berbeda. Oleh
karena itu Rasulullah bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ
خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ
ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ
فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
Artinya: Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Nasehatilah para wanita karena wanita
diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang
rusuk adalah pangkalnya, jika kamu mencoba untuk meluruskannya maka dia akan
patah namun bila kamu biarkan maka dia akan tetap bengkok. Untuk itu
nasehatilah para wanita".
Suatu pernyataan Rasulullah bahwa
wanita perlu perlindungan laki-laki karena kodrat wanita memang diciptakan
dengan struktur tubuh yang lembut, halus, dan lemah, kondisi jiwa yang manja,
perasa, dan kurang pengendalian emosi (sebagaimana hasil telaah Amrah Qasam
terkait pysic laki-laki dan perempuan).
Dari situ bisa dikatakan, seorang laki-laki menjadi
beban seorang pemimpin dalam keluarga, sedangkan seorang perempuan dibebankan
menjadi kader pencetak generasi penerus (anak). jadi, antara laki-laki dan
perempun sama-sama punya potensi menjadi pemimpin, hanya saja pada lingkup yang
berbeda akan tetapi yang menjadi problem dalam dekade ini
adalah sebagian pihak membatasi perempuan ketika akan maju menjadi pemimpin,
misalnya bupati, walikota, dan seterusnya. disamping berdalih beberapa ayat,
yang paling menonjol adalah dengan dalil hadits bahwa tidak akan sukses suatu
wilayah / negara bilamana kepemimpinan dipegang oleh perempuan.
Menanggapi hal di atas, Quraisy Syihab mengatakan
bahwa:
laki-laki dan perempuan sama-sama berpotensi menjadi pemimpin. beliau
menguatkan dengan realitas historis yang membuktikan bahwa Nabi saw. telah
memberi tempat atau peluang kepada perempuan dalam kegiatan publik. yaitu hak
dan kewajiban belajar, terlibat dalam persoalan politik praktis. Ummu Hanni
misalnya, dibenarkan sikapnya oleh Nabi saw. ketika memberi jaminan keamanan
kepada sementara orang musyrik, bahkan Aisyah memimpin langsung peperangan
melawan Ali bin Abi Thalib dalam perang Jamal, ungkapan Nabi saw. yang
dinisbatkan kepada Aisyah ra, “Ambilah setengah pengetahuan agama kalian
dari al-Humaira”, dalam memilih pekerjaan misalnya pedagang (Khadijah binti
Khuwailid), perias pengantin (Ummu Salim binti Malhan yang merias Shafiyah bin
Huyay (istri Nabi saw.)), perawat, bidan, menyamak kulit binatang (Zainab binti
Jahsy), penulis dan juga peracik ramuan (al-Syifa), pemintal / penenun,
pengajar (istri-istri Nabi saw.), dan beberapa kaum wanita yang saat itu
terlibat dalam peperangan (haditsul ifki: Bukhari no. 3826), dll.
Dari uraiannya,
Quraisy Syihab memberi kesimpulan bahwa mereka –laki-laki dan perempuan adalah
saudara sekandung, sebagaimana sabda Nabi saw. Syaqa’iq al-Rijal sehingga
kedudukannya serta haknya hampir dapat dikatakan sama.
Berdasarkan faktor itu, secara
horizontal, disinilah laki-laki dibebankan sebagai qawamun (pemimpin)
setelah memenuhi dua syarat:
1. Kelebihan bentuk fisik, sebagai tumpuan perlindungan kekerasan.
2. Kemampuan mencari nafkah.
Sedangkan wanita dibebankan sebagai tumpuan kelanjutan generasi, mulai
tugas mengandung, melahirkan, mengasuh, mendidik anak.
Akan tetapi hak dan kewajiban yang bersifat vertical antara laki-laki dan
perempuan adalah makhluk Tuhan yang sama.
Sejauh ini banyak perempuan telah
sukses menjalankan perannya sebagai pemimpin, suatu misal yang terekam dalam
al-Qur’an terkait kesuksesan Ratu Bilqis memimpin kerajaannya –Negeri Saba’. Di
Indonesia, tokoh perempuan akhir-akhir ini yang lagi naik daun karena
keberhasilannya dalam memperbaiki kota Surabaya, yaitu Bu Risma yang sampai
sekarang masih menjabat Wali Kota Surabaya, dan masih banyak lagi tokoh
perempuan lainnya yang itu memberikan jejak positif dari kepemimpinannya.
Di era modern ini, realitas masyarakat yang tradisi patriarkinya
masih kuat, perbedaan gender seringkali melahirkan berbagai ketidakadilan bagi
perempuan, diantaranya: marjinalisasi (proses pemiskinan ekonomi); subordinasi
(dianggap tidak penting); stereotipe (adanya pelabelan negative); violence (adanya
kekerasan) dan double burden (adanya beban ganda, yakni beban kerja
domestic yang lebih berat daripada laki-laki).
Dan apa yang selama ini mereka (laki-laki) lakukan
kepada istri maupun keluarga mereka perempuan dianggap sudah sesuai dengan nash
secara tekstual. Sebagaimana yang dikatakan teks bahwa laki-laki adalah
pemimpin bagi perempuan.
Sementara sejarah mencatat jenis kelamin bukan
alasan logis untuk memberi statemen bahwasannya pemimpin itu harus laki-laki,
karena pada dasarnya kepemimpinan tidak ditentukan oleh jenis kelamin melainkan
punya kapabilitas dan kualitas yang cakap sebagaimana idealnya seorang
pemimpin. Pemimpin yang benar-benar bisa memimpin.
Berdasarkan realitas historis, telah membuktikan bahwa Nabi saw. telah
memberi tempat atau peluang kepada
perempuan terlibat dalam kegiatan public, yakni Hak dan kewajiban belajar; terlibat dalam soal-soal politik praktis. Ummu
Hani misalnya, dibenarkan sikapnya oleh Nabi saw. Ketika memberi jaminan
keamanan kepada sementara orang musyrik, bahkan Aisyah memimpin langsung peperangan
melawan ‘Ali bin Abi Thalib pada perang Jamal, dan juga ungkapan Nabi saw. Yang
dinisbatkan kepada Sayyidah Aisyah, “Ambillah setengah pengetahuan agama
kalian dari al-Humaira’ (Aisyah)”; dalam memilih pekerjaan; pedagang
(Khadijah binti Khuwailid); perias pengantin (Ummu Salim binti Malhan yang
merias Shafiyah bin Huyay (istri Nabi)); perawat; bidan; menyamak kulit
binatang (Zainab binti Jahsy); penulis & juga peracik ramuan (Al-Syifa,
yang ditugasi khalifah Umar bin Khatab sebagai petugas yang menangani di pasar
kota Madinah), pemintal / penenun, pengajar (istri-istri Nabi), dan beberapa
kaum wanita yangg saat itu terlibat dalam peperangan (hadistul ifki: Bukahri
no. 3826), dll.
Akan tetapi tidak semua
hal membuat wanita setara dengan laki. Ada saatnya dimana posisi perempuan itu
setara dengan laki-laki, dan juga ada hal khusus yang menurut penulis tidak
masuk kategori ini; yaitu perkara yang masuk dalam ranah agama yang sudah
diatur oleh Nabi Muhammad saw. sejak dulu, misalnya imam sholat harus tetap
laki-laki; aqiqah 2:1; waris 2:1.
Belum ada tanggapan untuk "Laki-Laki adalah Pemimpin Perempuan Perspektif Prof. Quraisy Syihab"
Post a Comment